Merantau dan
ditinggalkan? Memang seperti itu adanya sekarang. Saya salah satu yang melarikan
diri dari tanah kelahiran saya, bukan kerana tidak suka, tidak cinta tapi
sedang menerapkan semboyan yang mengatakan “Kejarlah ilmu sampai ke negeri
China”, tak usah muluk-muluk cukup di Yogyakarta saja. Itupun sudah jauh, harus
menempuh beribu ribu kilometer untuk pulang ke rumah yang hanya bisa ditempuh
dengan ‘hewan’ terbang, entah ‘singa’ terbang ataupun ‘burung’ terbang.
Q: Kenapa merantau?
A: Di kota saya
belum ada jurusan yang saya inginkan dan mencari yang lebih baik kenapa tidak
A: Saya pun masih
tidak tau kenapa, mungkin biar kenal dia
Q: Modal merantau?
A: Ijazah
(tepatnya masih SKHU), ilmu dari guru-guru, restu dan doa orang tua, berani
(setengah nekad)
Q: Kenapa Teknik Kimia?
A: Ya karena
saya sejak SMA sudah suka dengan Kimia hingga mengikuti olimpiade, lomba cepat
tepat yang berbau Kimia, kenapa harus ke yang lain kalau memang kemampuanmu
disitu. Mungkin biar bisa kenal kalian juga
Q: Kenapa Universitas Islam Indonesia?
A: Kan kalau di
univeritas lain gak bakal tau dan kenal dia
Saya merantau
dan saya ditinggalkan. Bagaimana tidak, di tahun kedua saya merantau saya
kehilangan Ibu tepat 4 bulan lagi sebelum umur saya genap 20 tahun. Marah? Sedih?
Kecewa? Stress? Terpuruk? Jawabannya iya.
“peyakit 90%
berasal dari pikiran, 10% dari pola hidup” seperti itu yang saya baca dalam artikel.
Bicara diluar takdir, pikiran jelek saya, Almarhuma Ibu saya terlalu mengkhawatirkan
saya di sini. Saya anak tunggal yang begitu saja merantau, yang dari kecil
hidupnya sama orang tua, yang segala keperluannya terpenuhi. Almarhuma Ibu saya
sangat teliti soal saya, benar-benar diurusi, apa iya Beliau sedikit keberatan
tentang saya yang merantau walaupun semua hal perantauan saya Beliau yang mengurusi.
Sedikit
bercerita. Almarhumah Ibu itu Ibu yang sangat sangat luar biasa buat saya,
sungguh. Sejak saya merantau Beliau tidak pernah lupa untuk menelpon tiap hari,
yang sehari sampai berkali-kali, padahal durasi telponnya hanya 2-5 menit
saja. Tapi anaknya ini jarang untuk menelpon terlebih dahulu, selalu di telpon. Masalah
pulsa saya tidak pernah kesulitan, Beliau selalu mengisinya dari sana tanpa
pernah tau pulsa saya masih ada atau tidak. Beliau tidak pernah menelpon jika
sakit dan telah di rawat di rumah sakit dan saya baru mengetahuinya dari orng
lain setelah Beliau keluar. Tidak akan selesai jika bercerita tentang Beliau.
Kekecewaan terbesar
saya adalah tidak ada di saat beliau koma dan akhirnya pergi selamanya, kecewa dan
sangat marah dengan mereka semuanya yang tidak mau memberi tau saat itu, apapun
alasan mereka yang katanya biar saya tidak kepikiran, takut kalau saya melakukan
hal-hal diluar kendali. Saya sudah cukup dewasa untuk itu, tau mana yang baik
dan buruk. Sungguh rasanya ....... sampai akhirnya saya bertemu Beliau di
Blitar yang didatangkan khusus dari Sulawesi. Bukan pertemuan yang sesungguhnya
saya inginkan. Pertemuan kali ini dingin, kaku, pucat, terbaring, tanpa
sepatah kata pun dari Beliau, dan hanya sebentar.
Sehari, 3 hari,
seminggu, sebulan, 40 hari, 100 hari akhirnya sampai sekarang ini tanpa ada telepon
dari Beliau lagi. Saya masih kaget dengan semua situasi ini. Sekarang yang menggantikan
kebiasaan ibu menelpon adalah Bapak saya, yang dulu jarang menelpon (bisa
sebulan sekali saja). Bapak begitu kuat buat saya, menggantikan semua kegiatan
Almarhumah Ibu buat saya agar saya seperti merasakan kembali kehadiran ibu. Walaupun
sebenarnya tidak akan pernah ada dan bisa.
Saya anak
perantau yang sekarang meninggalkan Bapak saya sendirian di rumah yang besar
dan sangat jauh sana. Now, I have a ‘mother’ who I call father, and I
have a father who I call a super dad. Mau tidak mau, bisa tidak bisa,
hidup saya akan tetap berjalan. Ibu masih ada, Ibu hanya meninggalkan jasadnya
saja.
Dear anak-anak
rantauan yang dulu cupu, setelah merantau jadi keren dan hits jangan lupa sama
orang tua yang jauh, ndang ditelpon tiap hari walaupun hanya bebrpa menit. Nongkrong
sama teman aja bisa ngobrol lama, buat nelpon beberapa menit aja susah. Jangan malu
harus telpon orang tua atau ditelpon orang tua. Kalian tidak pernah tau sampai
kapan kalian bersama mereka. Berpikirlah seolah-olah mereka bisa pergi
sewaktu-waktu, biar kamu lebih menghargai setiap detiknya.
Dear anak-anak
rantauan yang sekarng followers Instagramnya membludak kerena banyak foto-foto keren
di tempat rantauannya, jangan ngerusak lingkungan, explore yang sehat biar
nanti kalau punya anak dan anak kalian merantau di kota itu masih bisa liat. Nongkrong
juga yang sehat ya.
Dear anak
perantau, jangan berlebih-lebihan dalam segala hal, karena Allah tidak suka dengan
yang berlebihan. Nongkrong seperlunya, galau/baper sewajarnya, makan secukupnya
kalau akhir bulan seadanya aja, jalan-jalan sepusing-pusingnya dengan tugas. Suka
sama teman jangan berlebihan, temannya juga jangan suka buat baper teman yang
lain.
Merantau itu :
- kalian bisa lebih mandiri,
- tau klau hidup itu keras kayak hutan rimba,
- susahnya klau tidak punya uang,
- punya kesan tersendiri tiap akhir bulan,
- rajin nyuci sendiri karena berpikir mending uang laundrynya buat makan saja,
- nambah teman dari berbagai belahan Indonesia,
- punya teman yang tabiatnya dari jelek sampai yang baik banget dan akhirnya d manfaatin,
- tau macam-macam sifat orng,
- sekalian bisa cari pasangan sementara yang mungkin bisa jadi pasangan hidup selamanya,
- sampai akhirnya saya ketemu KALIAN dan KAMU~
Masih banyak
lagi balada anak perantau. Saya juga anak rantauan yang masih abal-abal. Masih suka
kebablasan. Tapi merantau tidak sesenang itu, sebecanda itu bro. Hasil dari
rantauanmu itu yang penting. Saya jarang merasa sedih di sini semenjak di tinggal Ibu, karena saya punya mereka teman-teman rantauan yang sangat baik, peduli, suka alay, suka bikin baper, konyol-konyol, mereka tau bagaimana caranya buat senang. Begitulah merantau, banyak hal yang tidak akan terduga.
Buat kalian yang
sudah merantau dan yang akan merantau untuk kuliah, ingat merantau bukan
bebas, merantau bukan bersenang-senang, merantau bukan ajang keren-kerenan, merantau
bukan biar jadi anak hits. Kalian merantau sedikit tau diri, pikirkan
apa yang jadi tujuan awal kalian, jangan explore kota rantauan tapi ngerusak, malu
sama bekicot.
Good Luck~
No comments:
Post a Comment