Follow Us @soratemplates

Saturday, December 28, 2019

[CERPEN]: Ibu, Ayah, dan Anak Perempuannya Ketika Bersama

7:54 PM 1 Comments


“Ibu, kenapa kita ke Jogja?” tanya seorang anak perempuan disela-sela kemacetan

“Jogja itu istimewa kak”

“Istimewa? Karena dia memiliki sultan?”

“hahaha bukan hanya itu kak. Ada banyak hal yang membuat Jogja istimewa. Dan tiap orang yang kembali berkunjung ke Jogja punya keistimewaan yang berbeda-beda”

“Lalu apa istimewanya Jogja buat ibu?”

“Disini ibu banyak bertemu orang-orang baik, sangat baik. Ibu belajar kehilangan, kesedihan, kebahagiaan, kebersamaan, banyak hal kak. Dan ibu bertemu........”

“Ayahhhhhhhh” teriak anak perempuannya keras sekali

“hahahahahaha” semua tertawa saling melirik

“Kalau begitu, kakak nanti mau tinggal di Jogja biar bisa bertemu orang-orang baik dan bertemu orang seperti ayah” kata anak perempuannya semangat sekali

“Kakak tidak perlu tinggal di Jogja untuk bisa bertemu orang baik. Dimana pun kakak memilih tinggal nanti, kakak tetap akan bertemu orang baik jika kakak berbuat baik juga pada orang” jelas ayahnya sambil menyetir

“Hhhmmm begitu. Dan buat kakak sekarang Jogja sudah jadi istimewa, karena ibu dan ayah ada di sini” saut anak perempuannya sambil memeluk dari belakang

“Ibuuuuu, ayah dulu orangnya bagaimana? Pasti ayah pernah nyakitin ibu. Hayo ayah ngakuuuu” goda anak perempuannya kepada ayah ibunya

.......

Dan mobil terus melaju meninggalkan kemacetan lampu merah Gejayan bersama mobil-mobil lainnya. Menyusuri Jogja yang kata orang-orang istimewa.

Sunday, December 22, 2019

:Ibumu #2

12:32 PM 1 Comments



“Ibu, anak perempuan seperti apa yang ibu inginkan?”

Tanya anak laki-lakinya yang berada tepat didapanku lewat telepon. Mendegar pertanyaan itu, aku terdiam. Ingin mendegarkan tapi tak bisa, hanya raut senyum sembari tertawa kecil yang kulihat diwajahnya.

Ibumu memang yang paling terbaik dan mungkin aku tidak bisa menyamai beliau. Dalam segala hal, yang memberikan rasa nyaman, rasa sayang lalu bisa membuatmu jatuh cinta setiap hari kepada beliau. Rasanya aku tidak bisa menyamainya.

Aku ingin mengenalnya, lalu berbicara dengannya berdua saja. Aku ingin bercerita banyak hal, belajar tentang anak laki-lakinya itu. Aku ingin mengetahui sudut pandangnya tentang anak laki-lakinya itu.

Setelah itu, mungkin aku bisa sedikit saja menyamai ibumu. Sedikit saja, tidak banyak karena tetap ibumu adalah hal terbaik yang ada padamu sekalipun nanti kamu memilih perempuan lain untuk mendampingimu.

Jika nanti aku diujinya untukmu, aku belum tahu akan seperti apa. Apakah aku masuk dalam semua yang disampaikan ibumu lewat telepon tadi atau tidak. Rasanya aku akan selalu tampak kurang.

Jika nanti beliau mengujiku untukmu, aku tidak tahu bagaimana mungkin bisa berhadapan dengan orang yang tidak pernah membuatmu kecewa, orang yang selalu kamu ceritakan dengan bangga kepada siapapun yang menanyakannya.

Sebab itu, membuat ibumu percaya dan yakin adalah tugasku karena pasti ibumu tidak akan membiarkanmu bersama perempuan biasa, perempuan itu harus luar biasa setidaknya menurut beliau.

Masih dengan pesan yang sama untuk ibumu, kalau aku akan belajar. Membuatmu tidak melupakannya, atapun merasa kehilanganmu karena keberadaanku. Karena surgamu tetap ada pada ibumu dan kamu akan menjadi sebab besarku masuk surga.

Selamat Hari Ibu
22 Desember 2019
Dari Yogyakarta untuk ibumu

Thursday, December 19, 2019

Dulu & Sekarang

5:47 PM 0 Comments


Sekarang tidak akan ada yang melepaskan dan dilepaskan. Semua berjalan sebagaimana mestinya. Pernah berjanji tapi teringkari, pernah mencintai tapi terabaikan, pernah membenci tapi tetap mengikuti, sampai akhirnya kita berdamai dengan keadaan untuk saling jatuh hati. Menerima sebuah perkenalan, saling menatap diam-diam.

Dulu keegoisan dan kegengsian yang tinggi membuat semuanya kacau. Kita seperti berada dalam kepura-puraan yang sangat besar, berlagak tidak peduli dalam keramaian tapi mata tetap saja mencari. Kita pernah mulai atau mungkin hampir berdamai dengan keegoisan dan kegengsian itu, tapi semua terasa begitu canggung. Sampai akhirnya kita kembali dengan situasi yang sama yaitu diam. Terasa begitu membosankan terus berada dalam zona aman, kita hanya berputar-putar saja. Kita tidak berusaha saling meredam ego dan gengsi, semua dibiarkan tumbuh liar dalam diri kita.

Dulu ketika mulut memutuskan untuk diam, ketika itu anggota tubuh yang lain bertindak. Kita seperti orang yang tidak bisa berbicara, kita dipaksa untuk mampu mengartikan seribu bahasa tubuh dengan semua asumsi masing-masing. Bahkan menebak-nebak menjadi kebiasaan kita. Hanya melihat dan mendengar cerita orang lain lalu seketika kita jadi penebak yang handal. Sudah terlalu banyak asumsi yang tercipta dan sepertinya kita belum berniat untuk meluruskan asumsi-asumsi itu.

Sekarang kita berjarak. Tidak ada yang salah, jarak begitu bijak memisahkan kita saat ini. Jarak memberikan pilihan, merasakan rindu kah atau lebih buruknya semua akan hilang. Jarak selalu dibutuhkan, jika tidak ada jarak maka akan ada jenuh. Jarak dan jenuh sama-sama memisahkan. Bedanya jika dibalik jarak ada kerinduan, dibalik jenuh tidak ada. Jarak memberikan kita waktu untuk sama-sama berpikir, sebelum benar-benar jenuh itu datang dengan buas dan akhirnya memisahkan dengan cara yang kasar.

Sekarang sudah lama sejak kita berteman dan bermain-main dengan jarak. Sampai akhirnya pertemuan memutuskan jarak. Dibalik mata yang sendu dan senyum yang ikhlas seolah bermakna “hay, apa kabar?”. Semua masih sama, ada kerinduan tapi tidak dalam.

Sekarang tinggal bagaimana menyikapi pertemuan-pertemuan paksa yang direncanakan-Nya.


19 Desember 2019
Hujan sore hari di Yogyakarta