Sekarang tidak akan ada
yang melepaskan dan dilepaskan. Semua berjalan sebagaimana mestinya. Pernah
berjanji tapi teringkari, pernah mencintai tapi terabaikan, pernah membenci
tapi tetap mengikuti, sampai akhirnya kita berdamai dengan keadaan untuk saling
jatuh hati. Menerima sebuah perkenalan, saling menatap diam-diam.
Dulu keegoisan dan kegengsian yang tinggi membuat semuanya kacau. Kita seperti berada dalam kepura-puraan yang sangat besar, berlagak tidak peduli dalam keramaian tapi mata tetap saja mencari. Kita pernah mulai atau mungkin hampir berdamai dengan keegoisan dan kegengsian itu, tapi semua terasa begitu canggung. Sampai akhirnya kita kembali dengan situasi yang sama yaitu diam. Terasa begitu membosankan terus berada dalam zona aman, kita hanya berputar-putar saja. Kita tidak berusaha saling meredam ego dan gengsi, semua dibiarkan tumbuh liar dalam diri kita.
Dulu ketika mulut
memutuskan untuk diam, ketika itu anggota tubuh yang lain bertindak. Kita
seperti orang yang tidak bisa berbicara, kita dipaksa untuk mampu mengartikan
seribu bahasa tubuh dengan semua asumsi masing-masing. Bahkan menebak-nebak
menjadi kebiasaan kita. Hanya melihat dan mendengar cerita orang lain lalu
seketika kita jadi penebak yang handal. Sudah terlalu banyak asumsi yang
tercipta dan sepertinya kita belum berniat untuk meluruskan asumsi-asumsi itu.
Sekarang kita berjarak.
Tidak ada yang salah, jarak begitu bijak memisahkan kita saat ini. Jarak
memberikan pilihan, merasakan rindu kah atau lebih buruknya semua akan hilang.
Jarak selalu dibutuhkan, jika tidak ada jarak maka akan ada jenuh. Jarak dan
jenuh sama-sama memisahkan. Bedanya jika dibalik jarak ada kerinduan, dibalik
jenuh tidak ada. Jarak memberikan kita waktu untuk sama-sama berpikir, sebelum
benar-benar jenuh itu datang dengan buas dan akhirnya memisahkan dengan cara
yang kasar.
Sekarang sudah lama sejak
kita berteman dan bermain-main dengan jarak. Sampai akhirnya pertemuan
memutuskan jarak. Dibalik mata yang sendu dan senyum yang ikhlas seolah
bermakna “hay, apa kabar?”. Semua masih sama, ada kerinduan tapi
tidak dalam.
Sekarang tinggal
bagaimana menyikapi pertemuan-pertemuan paksa yang direncanakan-Nya.
19 Desember 2019
Hujan sore hari di Yogyakarta
No comments:
Post a Comment