Aku yang sejak tadi
duduk diam dengan ponselku menunggu kereta yang akan membawaku sampai pada
tujuanku. Hari ini stasiun terasa begitu sesak dengan orang-orang yang akan
berpergian, walapun hujan turun dengan sangat derasnya. Rintik hujan terdengar
begitu deras, mereka seperti berlomba-lomba untuk jatuh. Mata ku tertuju pada
orang-orang yang sedang berlindung ke tepian gedung stasiun, banyak sekali. Hal
ini mengingatkan ku pada sesuatu.
Pernah dulu suatu
hari, hujan yang sama turun disiang hari, tepat pukul satu di kampus. Hujan turun
disaat seharusnya matahari bersinar terik. Kita pernah kehujanan dan berlindung
ke tepian gedung kampus bersama orang-orang yang bernasib sama, tidak saling
kenal tapi menunggu hal yang sama yaitu hujan reda.
Saat itu kita dan
orang-orang itu sedang menjalani takdir yang sama, sama-sama kehujanan,
berlindung di tempat yang sama dan berharap hujan segera berhenti. Bedanya,
ternyata takdir pertemuan dan kebersamaan kita saat itu tidak berhenti seperti
hujan siang itu.
Takdir terus berjalan
secara diam-diam, rahasia dan misterius. Ketika kita sibuk menyusun rencana
kita, ada rencana rahasia lain yang dijalankan oleh-Nya. Dan kita adalah salah
satu wujud dari rencana rahasia-Nya itu.
Kita terus saling
mengenal setelahnya. Kegiatan kampus menakdirkan kita berada dalam hal sama. Kita
sama seperti yang lain, kebetulan berada dalam kelas yang sama. Waktu terus
saja membuat kita dalam waktu dan keadaan yang sama. Bercerita dan menertawakan
banyak hal tentang pertemanan kita, lingkungan kita, aktivitas kita. Betapa dekatnya,
tanpa ingat jika kita dulu pernah berada ditempat yang sama, menunggu hujan
reda. Hanya saja dulu kita tidak saling kenal.
Sejak saat itu aku
jadi tahu, bagaimana jika hujan tidak turun siang itu dan kita tidak berada
dalam kelas yang sama. Kita akan jadi seperti orang pada umumnya, sekedar tahu
dan berpapasan saja. Padahal kita berada sangat dekat, mungkin kita hanya tidak
saling melihat. Sibuk dengan hal-hal yang jauh sampai mengabaikan yang dekat. Mungkin.
Dering bel stasiun seketika
membuyarkan nostalgiaku bersama hujan. Ternyata keretaku sudah tiba dan siap
mengantarkan ku ke sebuah kota nostalgia dan untuk menemui orang yang ada
pada nostalgiaku tadi. Hujan hari ini pun turut ikut dalam perjalananku.
Akhirnya hari ini
tiba, kita menunggu pertemuan kembali. Karena jarak mengajarkan lebih dalam
bagaimana sakralnya rindu itu. Meski nanti pertemuan ini tidak pernah sanggup
memastikan sebuah kebersamaan tapi pertemuan mengobati rasa penasaran tentang
kepastian karena dalam pertemuan ada banyak kepastian yang bisa kita temukan.
Kira-kira apa yang
sedang dipikirkan hujan ketika melihat kita bertemu kembali, seperti mengada-ada sesuatu yang tiada, seperti
sedang menciptakan angan-angan yang nantinya menjatuhkan. Seperti sedang memutar
ulang seluruh rekam jejak apa yang pernah kita rasakan. Apakah kita akan
mengatakan sesuatu yang membahagiakan atau sebaliknya?
No comments:
Post a Comment