Follow Us @soratemplates

Saturday, December 3, 2016

Dulu dan Sekarang



Sekarang tidak akan ada yang melepaskan dan dilepaskan. Semua berjalan sebagaimana mestinya. Pernah berjanji tapi teringkari, pernah mencintai tapi terabaikan, pernah membenci tapi tetap mengikuti, sampai akhirnya kita berdamai dengan keadaan untuk saling jatuh hati. Menerima sebuah perkenalan, saling menatap diam-diam. 


Dulu keegoisan dan kegengsian yang tinggi membuat semuanya kacau. Kita seperti berada dalam kepura-puraan yang sangat besar, berlagak tidak peduli dalam keramaian tapi mata tetap saja mencari. Kita pernah mulai atau mungkin hampir berdamai dengan keegoisan dan kegengsian itu, tapi semua terasa begitu canggung. Sampai akhirnya kita kembali dengan situasi yang sama yaitu diam. Terasa begitu membosankan terus berada dalam zona aman, kita hanya berputar-putar saja. Kita tidak berusaha saling meredam ego dan gengsi, semua dibiarkan tumbuh liar dalam diri kita.

Dulu ketika mulut memutuskan untuk diam, ketika itu anggota tubuh yang lain bertindak. Kita seperti orang yang tidak bisa berbicara, kita dipaksa untuk mampu mengartikan seribu bahasa tubuh dengan semua asumsi masing-masing. Bahkan menebak-nebak menjadi kebiasaan kita. Hanya melihat dan mendengar cerita orang lain lalu seketika kita jadi penebak yang handal. Sudah terlalu banyak asumsi yang tercipta dan sepertinya kita belum berniat untuk meluruskan asumsi-asumsi itu.

Sekarang kita berjarak. Tidak ada yang salah, jarak begitu bijak memisahkan kita saat ini. Jarak memberikan pilihan, merasakan rindu kah atau lebih buruknya semua akan hilang. Jarak selalu dibutuhkan, jika tidak ada jarak maka akan ada jenuh. Jarak dan jenuh sama-sama memisahkan. Bedanya jika dibalik jarak ada kerinduan, dibalik jenuh tidak ada. Jarak memberikan kita waktu untuk sama-sama berpikir, sebelum benar-benar jenuh itu datang dengan buas dan akhirnya memisahkan dengan cara yang kasar.

Sekarang sudah bertahun-tahun kita berteman dan bermain-main dengan jarak. Sampai akhirnya pertemuan memutuskan jarak. Dibalik mata yang sendu dan senyum yang ikhlas seolah bermakna “hay, apa kabar?”. Semua masih sama, ada kerinduan tapi tidak dalam. Kesimpulannya jarak telah mengalahkan kita dan buruknya semua hilang. 


Sekarang tinggal bagaimana menyikapi pertemuan-pertemuan paksa yang direncanakan-Nya.

***

No comments:

Post a Comment